Catatan yang Tercecer Chairuddin,MDK
Nasi Punjung, Rekayasa Politik ‘Ala’ Cawagub dan PPK
Perhelatan akbar Demokrasi Lima Tahunan yang
disebut Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak di Provinsi Bengkulu,
meliputi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu, pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Bengkulu Utara, Mukomuko, Lebong, Rejang Lebong, Kepahiang,
Seluma, Bengkulu Selatan, dan Kaur, usai sudah. Meski masih harus menanti
dengan rasa was-was Jadi atau Tidak dilantik, karena bukan tidak mungkin dalam
perjalanannya akan ada ‘Gempa’ pilitik yang mendera, diantaranya adalah
kemungkinan terjadinya sengketa Pilkada yang tentu saja harus disesaikan di
Mahkamah Konstitusi (MK), untuk sementara memang sudah ada Delapan pasangan
Bupati dan Wakil Bupati dan Satupasangan Gubernur dan Wakil
Gubernur terpilih.
Dari berbagai
fenomena dan riak-riak yang terjadi selama berlansung Pilkada serentak di
Provinai Bengkulu, mulai aksi ‘Borong-Memborong’ Partai Politik pengusung,
Pendaftaran pasangan Bakal Calon, penetapan pasangan Calon, pengudnian Nomor
Urut, Kampanye, Masa Tenang, dan Pencoblosan pada 9 Desember 2015, ada Satu Catatan
Tercecer yang oleh sementara ‘Orang’ disebut dengan Nasi Punjung,
Rekayasa Politik ‘Ala’ Cawagub dan PKK, di Kecamatan Singaran
Pati, Kota Bengkulu. Peristiwa itu, oleh sebagian orang boleh saja dianggap
sepele, karena hanya terjadi di salah Satu Kecamatan dari 127
Kecamatan yang ada di Provinsi Bengkulu. Tetapi jangan lupa, dalam peristiwa
tersebut selain diduga terjadi semacam ‘Rekayasa Politik’ dengan melibatkan Dr.
Rohidin Mesyah, Calon Wakil Gubernur Bengkulu Nomor Urut Satu,pasangan
Drs. H. Ridwan Mukti sebagai Calon Gubernur, juga sudah ‘Memakan’ Korban
seorang Penyelenggara Pemilu (Pilkada), Ahmad Ahyan, anggota PPK (Panitia
Pemilihan Kecamatan) Singaran Pati, Kota Bengkulu, Dipecat oleh DKPP (Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu).
Dari cerita
yang terkuak di berbagai media massa, pada 25 Agustus 2015 sekitar pukul 23.00
wib, di salah satu Penutupan acara dalam rangka Memperingati HUT ke-70
Kemerdekaan RI 17 Agustus 205, Panwascam (Panitia Pengawas Kecamatan) Singaran
Pati, Kota Bengkulu, menemukan adanya dugaan Pelanggaran Kode Etik yang
dilakukan oleh seorang Penyelenggara Pemilu (Pilkada), Ahmad Ahyan. Dalam kapasitasnya
yang melekat sebagai anggota PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Singaran Pati,
Kota Bengkulu, Amad Ahyan diduga sengaja mengundang Calon Wakil Gubernur
Bengkulu nomor urut Satu, Dr. Rohidin Mesyah, yang di Pilkada
serentak 9 Desember 2015 berpasangan dengan Drs. Ridwan Mukti, selaku Calon
Gubernur, ke acara tersebut.
Bukan
hanya itu, di acara yang sama Ahmad Ahyan juga diketahui menerima Uang
sebesar Rp.5.000.000,. langsung dari Calon Wakil Gubernur Bengkulu, Rohidin
Mesyah, yang disebutnya (seolah-olah) hasil Lelang Nasi Punjung yang dilelang
oleh masyarakat setempat. Melihat seorang penyelenggara Pemilu (Pilkada) yang
perbuatannya jelas-jelas akan ‘Mencidrai’ keabsyahan ‘Pesta’ Demokrasi rakyat,
apalagi terkesan dilakukan secara bersama-sama dengan seorang Calon yang
menjadi peserta di Pilkada (Cawagub Rohidin Mesyah), oleh Panwascam Singaran
Pati, Kota Bengkulu, faka tersebut langsung dilaporkan ke Bawaslu (Badan
Pengawas Pemilu) Provinsi Bengkulu, melalui Surat Nomor : 136/I-P/L-DKPP/2015,
yang ditandatangani oleh Ketua Panwascam Singaran Pati, Kota Bengkulu,
Nismawati. Oleh Bawaslu pengaduan itu langsung diterusakan ke DKPP di Jakarta.
Sebagai
tindak lanjut, dengan mengutus salah seorang anggota DKPP, Saut Hamonangan
Sirait, dengan didamping tim daerah yang terdiri atas unsur Pemerintah,
Akademisi, KPU dan Bawaslu Provinsi Bengkulu, pada 27 Oktober 2015 kasus dugaan
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh anggota PPK Singaran Pati, Kota
Bengkulu, Ahmad Ahyan, disidangkan di Kantor Bawaslu Provinsi Bengkulu.
Hebatnya, meski dalam Sidang Ahmad Ahyan menyatakan tidak dengan sengaja
melakuan pelanggaran Kode Etik, namun saat menyampaikan Kata Sambutan di acara
penutupan memperingati HUT ke-70 Kemerdekaan RI 17 Agustus 2015 tersebut, dengan
lantang dia mengaku mendukung pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur
Bengkulu Nomor Urut Satu, Ridwan Mukti – Rohidin Mesyah, sebagaiman terdengan
dengan jelas di dalam rekaman yang memang diperdengarkan di Persidangan oleh
Saksi.
Tidak hanya
sampai disitu, ‘Sang’ penyelenggara Pemilu (Pilkada) yang satu ini, juga saat
menyampaikan Kata Sambutan, terkesan dengan sadar berusaha Mempengaruhi
dan Mengajak masyarakat (yang hadir di acara) untuk memilih pasangan Calon
Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Bengkulu yang dia dukung (Ridwan Mukti –
Rohidin Mesyah. Sementara terkait dia memberikan Uang sebesar Rp.1.000.000,-
yang juga disebutnya untuk lelang Nasi Punjung, bersamaan dengan Cagub Rohidin
Mesyah menyerahkan uang sebesar Rp.5.000.000,- menurutnya, bukan Rp.1.000.000,-
tetapi hanya Rp.900.000.- Sedangkan tentang bagaimana ceritanya sehingga dia
bisa memberikan Kata Sambutan di acara penutupan peringatan 17 Agustus, Ahmad
Ahyan berdalih, bahwa itu atas permintaan Ketua Panitia, Andi Rahman. “ Saya
cuma diminta (menyampaikan Kata Sambutan),” ujarnya, di dalam Sidang..
Untuk sementara, dalam kasus dugaan pelanggaran Kode Etik oleh
penyelenggara Pemilu (Pilkada) tersebut, nasib anggota PPK Singaran Pati, Kota
Bengkulu, Ahmad Ahyan, memang sudah jelas. Melalui sidang dengan agenda
pembacaan Putusan pada 17 November 2015, dengan Ketua Majelis Jimly Asshidiqie
dan anggota Majelis Nur Hidayat Sardini, Valina Sinka Subekti, Saut Hamonangan
Sirait, DKPP sudah menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap (Pemecatan) terhadap
anggota PPK Singaran Pati, Kota Bengkulu, Ahmad Ahyan. Sanksi itu ditetapkan di
Jakarta pada 17 November 2015, melalui Maklumat DKPP
nomor 45/DKPP-PKE-IV/2015. Hanya saja, dengan tindakan yang oleh banyak
pihak digolongkan sebagai ‘Penghianatan’ kepada pemerintah yang telah
memberinya kepercayaan sebagai penyelenggara Pemilu (Pilkada), yang seharusnya
berlaku Jujur, Adil dan Tidak memihak kepada siapapun terkecuali demi
terwujudnya ‘Pesta’ demokrasi yang bersih, tentu saja tidaklah sebanding.
Apalagi sebagaimana terkuak di persidangan DKPP, dalam kapasitasnya yang
melekat sebagai penyelenggara Pemilu (Pilkada), dalam suatu Acara yang sangat
mustahil tidak direncanakan, Ahmad Ahyan disebut-sebut ada menerima Uang
langsung dari pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Bengkulu nomor
urut Satu, Drs. Ridwan Mukti-Rohidin Mesyah, sebesar Rp. 5.000.000,
terlepas Uang itu dikatakan sebagai hasil Lelang Nasi Punjung atau apapun
namanya, atau terlepas Uang itu untuk dirinya sendiri atau untuk
diberikan/disampaikan kepada orang lain (pihak lain).
Kita
tidak tahu persis, sebagai penyelenggara Pemilu (Pilkada) meski hanya berada di
level tingkat Kecamatan, apakah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) juga termasuk
sebagai penyelenggara Negara. Namun yang kita ketahui, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) adalah merupakan Lembaga Negara yang menyelengarakan Pemilihan Umum di
Indonesia. Jika, ya, sebagai penyelengara Negara di level manapun dia dan
siapapun orangnya, jika ada menerima atau memberi Sesuatu atau Uang yang
terkait dengan pekerjaannya/jabatannya, tentunya saja bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dimana Pasal 5
Ayat (1) menyebutkan; Dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Sedangkan Ayat (2)
menyebutkan, Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau
huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Rasanya adalah sangat mustahil, bahkan ‘Sebodoh’
apapun seseorang rasanya takkan mungkin percaya, jika pertemuan Calon
Wakil Gubernur Bengkulu, Rohidin Mesyah, dengan anggota PKK Singaran Pati, Kota
Bengkulu, Ahmad Ahyan, di acara penutupan memperingati HUT ke-70 Kemerdekaan RI
tersebut adalah hanya kebetulan. Oleh karena itu yang kemudian menjadi
pertanyaan banyak orang adalah, setelah terbukti dalam persidangan tentunya,
kenapa hanya Ahmad Ahyan yang dipecat sebagai anggota PPK. Sementara Rohidin
Mesyah, yang notabene Calon Gubernur peserta Pilkada yang diselenggarakan oleh
Ahmad Ahyan dalam kapasitasnya sebagai anggota PPK, hingga saat ini justru sama
sekali tak ‘Disentuh’ oleh Bawaslu. Padahal sesuai ketentuan Undang-Undang
maupun Peraturan yang berlaku, antara ‘Penyelengara’Pilkada
dengan ‘Peserta’ Pilkada, adalah merupakan ‘Satu
Kesatuan’ yang sama sekali tidak bisa dipisahkan. Dengan kata
lain, jika ada ‘Penyelenggara’ Pilkada dengan ‘Perserta’ Pilkada
yang secara bersama-sama dengan sengaja melakukan ‘Persekongkolan’ melakukan
pelanggaran Pilkada, kedua belah pihak tentunya Wajib dan Wajib ‘Diproses’ dan
dikenakan‘Sanksi’ . Apalagi sebagaimana diamanatkan Pasal 27
Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, bahewa ‘Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya’, (baik itu anggota PPK Ahmad Ahyan
maupun Calon Wakil Gubernur Bengkulu Rohidin Masyah).>> Penulis
adalah Pemimpin Redaksi Suara Hukum <<