Bandung - Uber sudah jelas dilarang oleh Wali Kota Bandung Ridwan
Kamil untuk beroperasi. Bagaimana dengan Go-Jek? Orang nomor satu di
Kota Bandung itu tidak bisa memutuskan apapun karena tidak ada aturan
yang terkait.
"Go-Jek karena enggak ada perundangannya, jadi saya enggak tahu hal yang diambil," ujar pria yang akrab disapa Emil tersebut usai menerima laporan hasil seminar transportasi, di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum, Senin (7/9/2015).
Di Indonesia saat ini memang belum ada aturan yang mendasari pengoperasian alat transportasi roda dua. Sehingga, kata Emil, dirinya tidak bisa memutuskan apapun soal Go-Jek maupun Ojek Pangkalan.
"Referensinya itu PR pemerintaah pusat. Karena ojek maupun Go-Jek, belum ada aturannya. Tidak ada dasar hukum soal itu," terang Emil.
Belum adanya tautan hukum terkait transportasi roda dua itu membuat Emil mendesak kepada pemerintah pusat untuk membuat regulasi khusus. Sehingga, mayoritas masyarakat pemakai ojek pangkalan maupun Go-Jek terlindungi.
"Pemkot Bandung akan menyampaikan hasil seminar ini agar kebutuhan realiita bisa ada payung hukum. Karena saat si manusia itu menjadi penumpang ada aspek keselamatan lalu lintas yang harus diperhatikan," ungkapnya.
Karena Go-Jek maupun Ojek Pangkalan sama-sama tak memiliki payung hukum. Pria yang hobi bersepeda itu meminta kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung untuk mendamaikan keduanya.
Seperti diketahui, keberadaan Go-Jek belakangan mengundang protes dari Ojeg Pangkalan yang merasa lapaknya disabet oleh Go-Jek. Padahal, kata Emil, Go-Jek dan Ojek memiliki pasar yang bebeda.
"Tugas Dishub bukan hanya mendamaikan tapi mengupgrade. Karena si Go-Jek ini menerima panggilan, kalau ojek pangkalan bagian yang harus diedukasi yang akan menjadi tugas Dishub," kata Emil.
"Tugas dishub bukan hanya mendamaaikan, tp mengupgrade. Saya punya kepentingan agar ojeg pangkalan juga bisa makmur. Intinya Pemkot Bandung pro kepuasan warga," tandasnya.
(avi/ern)
"Go-Jek karena enggak ada perundangannya, jadi saya enggak tahu hal yang diambil," ujar pria yang akrab disapa Emil tersebut usai menerima laporan hasil seminar transportasi, di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum, Senin (7/9/2015).
Di Indonesia saat ini memang belum ada aturan yang mendasari pengoperasian alat transportasi roda dua. Sehingga, kata Emil, dirinya tidak bisa memutuskan apapun soal Go-Jek maupun Ojek Pangkalan.
"Referensinya itu PR pemerintaah pusat. Karena ojek maupun Go-Jek, belum ada aturannya. Tidak ada dasar hukum soal itu," terang Emil.
Belum adanya tautan hukum terkait transportasi roda dua itu membuat Emil mendesak kepada pemerintah pusat untuk membuat regulasi khusus. Sehingga, mayoritas masyarakat pemakai ojek pangkalan maupun Go-Jek terlindungi.
"Pemkot Bandung akan menyampaikan hasil seminar ini agar kebutuhan realiita bisa ada payung hukum. Karena saat si manusia itu menjadi penumpang ada aspek keselamatan lalu lintas yang harus diperhatikan," ungkapnya.
Karena Go-Jek maupun Ojek Pangkalan sama-sama tak memiliki payung hukum. Pria yang hobi bersepeda itu meminta kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung untuk mendamaikan keduanya.
Seperti diketahui, keberadaan Go-Jek belakangan mengundang protes dari Ojeg Pangkalan yang merasa lapaknya disabet oleh Go-Jek. Padahal, kata Emil, Go-Jek dan Ojek memiliki pasar yang bebeda.
"Tugas Dishub bukan hanya mendamaikan tapi mengupgrade. Karena si Go-Jek ini menerima panggilan, kalau ojek pangkalan bagian yang harus diedukasi yang akan menjadi tugas Dishub," kata Emil.
"Tugas dishub bukan hanya mendamaaikan, tp mengupgrade. Saya punya kepentingan agar ojeg pangkalan juga bisa makmur. Intinya Pemkot Bandung pro kepuasan warga," tandasnya.
(avi/ern)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar